Album Simalungun
Andesta Trio
Batak Rohani
Dewi Marpaung
Tri Santana
Trio Century
Trio Axido
Trio Perdana
Trio Pernandos
Trio Maduma
Tilhang Gultom
Trio Lamtama
Jones Tambunan
Cari Blog Ini
Lagu Batak.MP3
Joel Simorangkir
Dibornginon.mp3
Marsidalian.mp3
Molo Dung Borngin.mp3
Sada-Sada.mp3
Surat Na Tarlambat.mp3
Sipata.mp3
Rodo Au Muse.mp3
Dang Disi Beho.mp3
Unang Parmeam-meam Au.mp3
Putri Silitonga
Uju Dingolukon Ma Nian.mp3
Ikkon Hulului.mp3
Nungnga Tarlambat.mp3
Sai Hulului Ho.mp3
Tarambe Tangan Simangido.mp3
Rita Butarbutar
Unang Gabusi Au.mp3
Marsada-sada Bulung.mp3
Asa Sombu Roham.mp3
Paimaonku Doho.mp3
Digabusi Ho Do Au.mp3
Gokkon Dohot Jou-Jou.mp3
Batu Gantung.mp3
Simarmata Bersaudara
Naeng Bot Ariki.mp3
Tataring Parapian.mp3
Basa ni Dainang.mp3
Trio Santana
Maridi Hodok.mp3
Sihumisik Nasoada.mp3
Mulak maho Anakku.mp3
Andung anak buha baju.mp3
Au Nalilu.mp3
Molo Marrokkap.mp3
Dibornginon.mp3
Marsidalian.mp3
Molo Dung Borngin.mp3
Sada-Sada.mp3
Surat Na Tarlambat.mp3
Sipata.mp3
Rodo Au Muse.mp3
Dang Disi Beho.mp3
Unang Parmeam-meam Au.mp3
Putri Silitonga
Uju Dingolukon Ma Nian.mp3
Ikkon Hulului.mp3
Nungnga Tarlambat.mp3
Sai Hulului Ho.mp3
Tarambe Tangan Simangido.mp3
Rita Butarbutar
Unang Gabusi Au.mp3
Marsada-sada Bulung.mp3
Asa Sombu Roham.mp3
Paimaonku Doho.mp3
Digabusi Ho Do Au.mp3
Gokkon Dohot Jou-Jou.mp3
Batu Gantung.mp3
Simarmata Bersaudara
Naeng Bot Ariki.mp3
Tataring Parapian.mp3
Basa ni Dainang.mp3
Trio Santana
Maridi Hodok.mp3
Sihumisik Nasoada.mp3
Mulak maho Anakku.mp3
Andung anak buha baju.mp3
Au Nalilu.mp3
Molo Marrokkap.mp3
Dampak Kenaikan BBM
Buruh Paling Terkena Dampak Kenaikan BBM.
Ribuan buruh turun ke jalan berunjuk rasa, di Istana Negara RI, Jakarta, Rabu (21/3/2012),menolak rencana pemerintah menaikan BBM. Pemerintah berencana menaikan BBM pada 1 April 2012 ini dengan alasan akan meringankan beban APBN, dan menyalurkan alokasi subsidi BBM ke sektor lain. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
Berita Terkait: Kenaikan Harga BBM
Demo Tolak BBM 37 Mahasiswa Dipukuli
1 April Buruh Ancam Tutup Bandara Soekarno-Hatta
Demo Mahasiswa Medan Ricuh, Kasat Sabhara Terluka
Polri: Demo Hari Ini Masih dalam Batas Wajar
37 Mahasiswa Pendemo Kenaikan Harga BBM Dipulangkan
Imparsial Tolak TNI Amankan Demo Kenaikan BBM
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Salah seorang anggota komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan menyatakan, demo buruh sepanjang hari kemarin di berbagai kota Indonesia menggambarkan potret keprihatinan proses pembuatan kebijakan publik yang mengesampingkan banyak aspek. Dewi menyayangkan sikap pemerintah, yang tak sensitif atas gelombang aksi demo penolakan kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Seakan, katanya, buruh disuruh mencari sendiri solusi atas naiknya harga BBM. Demikian pula pengusaha, diminta untuk menyelesaikan sendiri naiknya biaya produksi dalam industri. "Siapapun bisa kalau hanya membuat kebijakan menaikkan harga BBM," katanya, Kamis (22/3/2012).
Pemerintah dianggap tidak berpikir sistem dalam membuat kebijakan. Seharusnya, dilihat berbagai aspek secara terpisah dan mendalam dalam analisis antar policy dan manajemen, meskipun keduanya berkait. Persoalan policy mulai dari Undang Undang sektor industri dan ketenagakerjaan harus dibedah.
Menurutnya, buruh adalah kalangan terbesar prosentasenya yang menerima akibat buruk dari kebijakan kenaikan harga BBM. Persoalan manajemen pada ekonomi biaya tinggi birokrasi yang menyebabkan margin profit rendah juga harus dikaji. Praktek bad governance dalam birokrasi mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dalam birokrasi usaha.
Persoalan ketidakpastian prosedur, biaya dan waktu hingga fragmentasi proses bisnis antar daerah, antara pusat dan daerah, menimbulkan ongkos produksi yang tidak perlu. Termasuk,
Silsilah Marga-Marga Silahisabungan
Silsilah Marga-marga Silahisabungan
Tarombo ini ada dalam museum disimpan Di Belanda (Lak-Lak=Tulisan Batak yang tertera di kulit kayu). Dari buku ini dijelaskan bahwa keturunan asli Raja Silahisabungan adalah memang sesuai yang disebutkan dalam Poda Sagu-sagu Marlangan (yang tertulis di Tugu Silahisabungan di daerah huta silalahi nabolak).
Raja Silahisabungan mempunyai 2(dua) isteri.
Isteri pertama adalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi Nabolak dan isteri kedua adalah Milinggiling boru Mangarerak.
Dari boru Pinggan Matio, Raja Silahisabungan memiliki tujuh (7) putra dan satu (1) putri. Sedangkan dari boru Milingiling, Silahisabungan memiliki seorang putra. Kedelapan putra Raja Silahisabungan dan seorang putri tsb secara singkat dapat dijelaskan spt dibawah ini.
Dari isteri pertama lahir sbb:
1. Haloho (Loho Raja)
terdiri dari: 1. Sinaborno 2. Sinapuran 3. Sinapitu 4. Masopang
2. Tungkir (Tungkir Raja)
terdiri dari 1. SIBAGASAN 2. SIPAKPAHAN 3. SIPANGKAR
3. Rumasondi (Sondi Raja)
terdiri dari 1. RUMASINGAP 2. RUMABOLON
4. Dabutar (Butar Raja)
terdiri dari : 1. Rumabolon 2. Ambuyak 3. Rumatungkup
5. Dabariba (Bariba Raja)
terdiri dari: 1. Lumban Tonga 2. Lumban Dolok 3. Lumban Toruan
6. Debang (Debang Raja)
terdiri dari: 1. Parsidung 2. Siari 3. Sitao
7. Pintubatu (Batu Raja)
terdiri dari: 1. Hutabalian2. Lumbanpea3. Sigiro
8. Siboru Deang Namora.(putri)
Dari isteri kedua lahir satu putra yaitu:
1. Tambun(Tambun Raja)
terdiri dari: 1. Tambun Mulia2. Tambun Saribu3. Tambun Marbun
1. Haloho (Loho Raja) menikah dengan boru tulangnya Rumbani boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi nabolak.Keturunannya sebagian pindah ke Paropo, Tolping, Pangururan, Parbaba. Haloho memiliki 3 putra yaitu : Sinaborno, Sinapuran, dan Sinapitu. Pada umumnya keturunannya memakai marga Sihaloho, dan hingga dewasa ini belum ada cabang marga ini.
2. Tungkir (Tungkir Raja) menikah dengan Pinggan Haomasan boru Situmorang dan bermukim juga di Silalahi Nabolak. Pasangan ini juga memiliki 3 putra yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Keturunannya pada umumnya memakai marga Situngkir terutama Sibagasan dan Sipakpahan, sedangkan keturunan Sipangkar sebagian besar telah memakai Sipangkar sebagai marga.
3. Rumasondi (Sondi Raja) menikah dengan Nagok boru Purba Siboro. Pasangan ini juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya yaitu Rumasingap membuka perkampungan di Paropo.Rumasondi memiliki putra sbb : Rumasondi, Rumasingap, dan Rumabolon. Umumnya keturunannya memakai marga Rumasondi dan sebagaian memakai marga Silalahi (di Balige) dan bahkan Rumasingap juga dipakai sebagai cabang marga. Demikian juga Doloksaribu, Nadapdap, Naiborhu, Sinurat, telah digunakan sebagai cabang marga dan masuk rumpun marga Rumasondi.
4. Dabutar (Butar Raja) menikah dengan Lagumora Sagala. Mereka juga tinggal di Silalahi Nabolak. Dabutar ini mempunyai tiga putra yaitu : Rumabolon, Ambuyak, dan Rumatungkup. Umumnya keturunannya memakai marga Sinabutar atau Sinamutar bahkan Sidabutar.
5. Dabariba Raja (Baba Raja) menikah dengan Sahat Uli boru Sagala. Mereka bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya memakai marga Sidabariba atau Sinabariba. Putrranya berjumlah tiga yaitu : Sidabariba Lumbantonga, Sidabariba Lumbandolok, Sidabariba Toruan. Mereka ini pada umumnya memakai marga Sidabariba.
6. Debang (Debang Raja) menikah dengan Panamenan boru Sagala, juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya sebagaian menyebar ke Paropo. Debang Raja mempunyai 3 putra : Parsidung, Siari dan Sitao. Umumnya keturunannya memakai marga Sidebang atau Sinabang.
7. Pintu Batu (Batu Raja) menikah dengan Bunga Pandan boru Sinaga, juga tinggal di Silalahi Nabolak. Memiliki 3 putra yaitu : Hutabalian, Lumbanpea, Sigiro. Keturunannya menggunakan marga Pintu Batu, tetapi keturunan Sigiro sebagian memakai marga Sigiro.
8. Tambun (Tambun Raja) adalah putra Raja Silahisabungan dari si boru Milingiling. Ketika masih remaja, Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak menemui ibu kandungnya di Sibisa Uluan. Tambun menikah dengan Pinta Omas boru Manurung dan bermukim di Sibisa. Dari Sibisa keturunannya berserak ke Huta Silombu, Huta Tambunan dan Sigotom Pangaribuan. Putra raja Tambun berjumlah tiga orang yaitu : Tambun Mulia, Tambun Saribu, Tambun Marbun. Umumnya keturunannya memakai marga Tambun dan Tambunan, bahkan di antaranya memakai marga Baruara, Pagaraji, Ujung Sunge.
Di samping marga-marga yang disebut di atas, anak-anak Raja Silahisabungan dari isteri pertama memakai marga Silalahi. Sedangkan keturunan Tambun tetap menggunakan marga Tambun (oleh keturunan Tambun Uluan) atau Tambunan (oleh keturunan Tambun Koling).
Kekerabatan berdasarkan Padan : 1. Tampubolon dan Silalahi 2. Sitompul dan Tampubolon, dengan demikian Silalahi juga berpadan dengan Sitompul
(disadur dari www.silahisabungan.com)
Raja Silahisabungan mempunyai 2(dua) isteri.
Isteri pertama adalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi Nabolak dan isteri kedua adalah Milinggiling boru Mangarerak.
Dari boru Pinggan Matio, Raja Silahisabungan memiliki tujuh (7) putra dan satu (1) putri. Sedangkan dari boru Milingiling, Silahisabungan memiliki seorang putra. Kedelapan putra Raja Silahisabungan dan seorang putri tsb secara singkat dapat dijelaskan spt dibawah ini.
Dari isteri pertama lahir sbb:
1. Haloho (Loho Raja)
terdiri dari: 1. Sinaborno 2. Sinapuran 3. Sinapitu 4. Masopang
2. Tungkir (Tungkir Raja)
terdiri dari 1. SIBAGASAN 2. SIPAKPAHAN 3. SIPANGKAR
3. Rumasondi (Sondi Raja)
terdiri dari 1. RUMASINGAP 2. RUMABOLON
4. Dabutar (Butar Raja)
terdiri dari : 1. Rumabolon 2. Ambuyak 3. Rumatungkup
5. Dabariba (Bariba Raja)
terdiri dari: 1. Lumban Tonga 2. Lumban Dolok 3. Lumban Toruan
6. Debang (Debang Raja)
terdiri dari: 1. Parsidung 2. Siari 3. Sitao
7. Pintubatu (Batu Raja)
terdiri dari: 1. Hutabalian2. Lumbanpea3. Sigiro
8. Siboru Deang Namora.(putri)
Dari isteri kedua lahir satu putra yaitu:
1. Tambun(Tambun Raja)
terdiri dari: 1. Tambun Mulia2. Tambun Saribu3. Tambun Marbun
1. Haloho (Loho Raja) menikah dengan boru tulangnya Rumbani boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi nabolak.Keturunannya sebagian pindah ke Paropo, Tolping, Pangururan, Parbaba. Haloho memiliki 3 putra yaitu : Sinaborno, Sinapuran, dan Sinapitu. Pada umumnya keturunannya memakai marga Sihaloho, dan hingga dewasa ini belum ada cabang marga ini.
2. Tungkir (Tungkir Raja) menikah dengan Pinggan Haomasan boru Situmorang dan bermukim juga di Silalahi Nabolak. Pasangan ini juga memiliki 3 putra yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Keturunannya pada umumnya memakai marga Situngkir terutama Sibagasan dan Sipakpahan, sedangkan keturunan Sipangkar sebagian besar telah memakai Sipangkar sebagai marga.
3. Rumasondi (Sondi Raja) menikah dengan Nagok boru Purba Siboro. Pasangan ini juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya yaitu Rumasingap membuka perkampungan di Paropo.Rumasondi memiliki putra sbb : Rumasondi, Rumasingap, dan Rumabolon. Umumnya keturunannya memakai marga Rumasondi dan sebagaian memakai marga Silalahi (di Balige) dan bahkan Rumasingap juga dipakai sebagai cabang marga. Demikian juga Doloksaribu, Nadapdap, Naiborhu, Sinurat, telah digunakan sebagai cabang marga dan masuk rumpun marga Rumasondi.
4. Dabutar (Butar Raja) menikah dengan Lagumora Sagala. Mereka juga tinggal di Silalahi Nabolak. Dabutar ini mempunyai tiga putra yaitu : Rumabolon, Ambuyak, dan Rumatungkup. Umumnya keturunannya memakai marga Sinabutar atau Sinamutar bahkan Sidabutar.
5. Dabariba Raja (Baba Raja) menikah dengan Sahat Uli boru Sagala. Mereka bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya memakai marga Sidabariba atau Sinabariba. Putrranya berjumlah tiga yaitu : Sidabariba Lumbantonga, Sidabariba Lumbandolok, Sidabariba Toruan. Mereka ini pada umumnya memakai marga Sidabariba.
6. Debang (Debang Raja) menikah dengan Panamenan boru Sagala, juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya sebagaian menyebar ke Paropo. Debang Raja mempunyai 3 putra : Parsidung, Siari dan Sitao. Umumnya keturunannya memakai marga Sidebang atau Sinabang.
7. Pintu Batu (Batu Raja) menikah dengan Bunga Pandan boru Sinaga, juga tinggal di Silalahi Nabolak. Memiliki 3 putra yaitu : Hutabalian, Lumbanpea, Sigiro. Keturunannya menggunakan marga Pintu Batu, tetapi keturunan Sigiro sebagian memakai marga Sigiro.
8. Tambun (Tambun Raja) adalah putra Raja Silahisabungan dari si boru Milingiling. Ketika masih remaja, Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak menemui ibu kandungnya di Sibisa Uluan. Tambun menikah dengan Pinta Omas boru Manurung dan bermukim di Sibisa. Dari Sibisa keturunannya berserak ke Huta Silombu, Huta Tambunan dan Sigotom Pangaribuan. Putra raja Tambun berjumlah tiga orang yaitu : Tambun Mulia, Tambun Saribu, Tambun Marbun. Umumnya keturunannya memakai marga Tambun dan Tambunan, bahkan di antaranya memakai marga Baruara, Pagaraji, Ujung Sunge.
Di samping marga-marga yang disebut di atas, anak-anak Raja Silahisabungan dari isteri pertama memakai marga Silalahi. Sedangkan keturunan Tambun tetap menggunakan marga Tambun (oleh keturunan Tambun Uluan) atau Tambunan (oleh keturunan Tambun Koling).
Kekerabatan berdasarkan Padan : 1. Tampubolon dan Silalahi 2. Sitompul dan Tampubolon, dengan demikian Silalahi juga berpadan dengan Sitompul
(disadur dari www.silahisabungan.com)
JUBILEUM HKBP
Perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP
150 Tahun NOMMENSEN ke Tanah BATAK diperingati di Jerman
Tidak sekedar untuk dikenang, nostalgia masa lalu, tentu ada pelajaran besar dari penggalan perjalanan hidup Nommensen. Untuk kita pelajari dan ketahui.
Tahun 1834, tanggal 6 Februari
Tahun 1846 pada umur 12 tahun
Tahun 1847
Tahun 1857
Ingwer Ludwig Nommensen berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari.
Tahun 1862, 14 Mei
Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam dalam lanjutan pelayaran kea rah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat).
Tahun 1862, November
Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Ingwer Ludwig Nommensen pergi ke Prausorat dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla.
Tahun 1863, November
Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”
Tahun 1864, Mei
Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya.
Tahun 1864, Juli
Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.
Tahun 1864, 30 Juli
Pembaptisan pertama di Silindung terhadap empat pasang suami-istri beserta 5 orang anak-anaknya. Diantara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok sebagai pembantu Ingwer Ludwig Nommensen diberi nama Katharina.
Tahun 1866, 16 Maret
Ingwer Ludwig Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt. Johansen yang dikirim Kongsi Barmen untuk membantu Ingwer Ludwig Nommensen di Silindung.
Tahun 1871
Ingwer Ludwig Nommensen mengalami penyakit disentri yang sangat parah, dia pasrah untuk pergi menghadap Tuhannya tetapi dia tidak rela misinya berhenti begitu saja. Dia dibawa Johansen berobat ke Sidimpuan.
Tahun 1864
Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Tahun 1872
Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Ingwer Ludwig Nommensen yang bernama Anna meningal dunia. Keluarga Ingwer Ludwig Nommensen telah kehilangan dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi misionar dalam memulai misinya.
Tahun 1873
Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Ingwer Ludwig Nommensen agar Orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa mendatangi Ingwer Ludwig Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan Mohri di Sipoholon dimana para misionar tersebut bertugas. Atau, misionar mendatangi siswanya ditempat tertentu.
Tahun 1875
Misionar Ingwer Ludwig Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung ke Toba.
Tahun 1876Telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung.
Tahun 1876
Ingwer Ludwig Nommensen selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Batak Toba.
Tahun 1877
Ingwer Ludwig Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu.
Tahun 1877
Ingwer Ludwig Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropah. Mereka diantar oleh banyak orang sampai ke tengah hutan. Mereka berjalan kaki selama dua hari dari Silindung ke Sibolga, menjalani jalan setapak yang sangat sulit. Mereka menungu keberangkatan dari Sibolga ke Padang selama dua minggu.
Tahun 1881
Menjelang Natal, Ingwer Ludwig Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan. Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik.
Tahun 1881
Kongsi Barmen menetapkan Ingwer Ludwig Nommensen menjadi Ephorus pertama HKBP, dia digelari ‘Ompu i’
Tahun 1887
Karoline isteri Ingwer Ludwig Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan kemudian baru Ingwer Ludwig Nommensen mengetahuinya.
Tahun 1890
Ingwer Ludwig Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar.
Tahun 1891 bulan Mei
Christian, anak ompu Ingwer Ludwig Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori oleh lima orang kuli China di areal perkebunan.
Tahun 1892
Bersama Pendeta Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing misionar yang telah menduda. Ingwer Ludwig Nommensen mendapatkan jodohnya anak Tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak Tuan Heinrich yang bernama Dora. Mereka kembali ke Tanah Batak dengan masing-masing pasangan barunya.
Tahun 1900 Permulaan Zending Batak.
Tahun 1903 Permulaan misi Zending ke Medan
Tahun 1904
Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris-Causa di bidang Theologi kepada Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut, Ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu.
Tahun 1905
Berkunjung ke Eropah bersama Tuan Reitze, dia mengunjungi Misi Zending di Belanda dan berkunjung kepada Ratu Wilhelmina.
Tahun 1909
Christine Harder, isteri Ingwer Ludwig Nomensen meninggal dunia, setelah melahirkan tiga orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Ompu Ingwer Ludwig Nommensen meningal pada umur 84 Tahun.
Tahun 1911
Berlibur ke Eropah, kembali ke Tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah lama bertugas di Balige.
Tahun 1916Nathanael anak Ingwer Ludwig Nommensen, mati tertembak di arena Perang Dunia I di Perancis.
Tahun 1918, Tanggal 23 Mei
Pukul enam pagi Hari Kamis, Ompu Ingwer Ludwig Nommensen pergi menghadap Tuhannya di Sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan kedalam tanganMu kuserahkan rohku, Amin’.
Pada Jumat sore, 24 Mei 1918
Ompu Ingwer Ludwig Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu datang melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata : Inilah kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di Tanah Batak.
Ringkasan ini diambil dari buku:DR. I.L. Nommensen – Apostel di Tanah Batak oleh Patar M. Pasaribu.
Di Posting dari Qartha.com
150 Tahun NOMMENSEN ke Tanah BATAK diperingati di Jerman
Riwayat Hidup Pdt.DR.I.L.Nommensen
Sosok anak manusia yang memiliki keberanian, kesungguhan, ketulusan
dan jiwa petualangan, ada pada diri Ingwer Ludwig Nommensen. Di
besarkan di bawah budaya barat, Nommensen berani menetapkan pilihan
untuk mendatangi dunia lain yang sama sekali berbeda, jauh dan penuh
misteri — Tanah Batak –
Berbekal sebagai seorang theolog muda, menerima tantangan untuk
mendedikasikan ilmu, iman dan pengabdiannya bagi Bangso Batak, yang
hanya diketahui dari buku literatur yang terbatas dan dengar-dengaran
dari sumber-sumber yang belum tentu teruji kemampuannya dalam
menggambarkan sifat, sikap dan alam Batak, nun jauh di timur.
Tentu melihat ini kita diminta untuk memutar roda waktu ke tahun 1861,
dengan segala keterbatasannya, tanpa kecanggihan transportasi dan alat
komunikasi. Terbukti, untuk tiba di tempat yang akan ditujunya
menghabiskan waktu 142 hari, yang saat ini dapat kita tempuh hanya 11 jam kurang lebih.
Perbedaan budaya, bahasa dan agama tidak menyurutkan niatnya untuk
memulai “pengabdian” di tengah perlawanan dan ancaman Bangsa Batak yang
belum terbiasa menerima kehadiran “orang aneh”, yang berlainan bahasa,
pola hidup, warna kulit dan mata serta rambutnya.
Kesungguhan dan keteguhan Nommensen, terbukti mampu memenangkan
penolakan besar Bangsa Batak yang berbuah pada dimulainya era baru bagi
kehidupan sosial dan spritual, hingga berimplikasi luas pada tatanan
mayoritas Batak. Pendekatan sosial religius, tidak terpungkiri mewarnai
kehidupan sebagian besar di antara kita saat ini.
Nommensen, sang Peretas!Tidak sekedar untuk dikenang, nostalgia masa lalu, tentu ada pelajaran besar dari penggalan perjalanan hidup Nommensen. Untuk kita pelajari dan ketahui.
Tahun 1834, tanggal 6 Februari
Ingwer Ludwig Nommensen lahir di Nortdstrand, pulau kecil di
panatai perbatasan Denmark dan Jerman. Dia anak pertama dan lelaki
satu-satunya dari empat orang bersaudara. Ayahnya Peter dan ibunya Anna
adalah keluarga yang sangat miskin di desanya. Sejak kecil, dia sudah
tertarik dengan cerita gurunya Callisen tentang misionar yang berjuang
untuk membebaskan keterbelakangan, perbudakan pada anak-anak miskin.
Tahun 1846 pada umur 12 tahun
kedua kakinya sakit parah karena kecelakaan kereta kuda pulang
dari sekolah. Selama setahun lebih tidak dapat berjalan, kakinya hampir
diamputasi. Dia berjanji kepada Tuhan bahwa akan menjadi misionar
apabila kedua kakinya sembuh kembali. Dia akan pergi jauh untuk
membebaskan anak-anak miskin yang budak karena hutang orang tuanya, dia
akan memberitakan Firman Tuhan kepada pelbegu yang sangat terbelakang
sebagaimana sering diceritakan gurunya Callisen yang sangat dikaguminya.
Tahun 1847
Kedua kakinya sembuh secara ajaib, dia dapat berjalan seperti
sediakala. Dia kembali ke sekolah pada musin winter (musim dingin)
karena pada musin summer dia akan menjadi gembala domba untuk menerima
upahan karena orangtuanya sangat miskin.
Tahun 1848, tanggal 2 Mei
Ayahnya Peter Nommensen meninggal dunia. Ingwer Ludwig
Nommensen sebelumnya bermimpi akan kehilangan ayahnya, maka ia tidak
terkejut ketika orang membawa ayahnya ke rumah yang meninggal di tempat
kerjanya.
Tahun 1849
Pada umur 15 tahun (suatu pengecualian), dia mendapat sidi.
Biasanya, orang akan diijinkan mendapat sidi pada umur 17 tahun. Namun,
karena Ingwer Ludwig Nommensen sudah tidak obahnya seperti ayah dari
dari segi tanggung jawab kepada keluarga maka diberi pengecualian
kepadanya. Dia mendapat sidi setelah setahun belajar Alkitab.
Tahun 1854
Ibu Ingwer Ludwig Nommensen merestui anaknya, satu-satunya lelaki di antara empat orang bersaudara, menjadi seorang misionar.
Tahun 1857
Ingwer Ludwig Nommensen masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah menunggu sekian lama.
Tahun 1858, Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand.
Tahun 1859Tahun 1858, Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand.
4 orang Misionar RMG Barmen serta 3 orang isteri misionar
terbunuh di Borneo, berita itu semakin menggugah hati Ingwer Ludwig
Nommensen untuk pergi ke daerah pelbegu.
Tahun 1861, 7 Oktober
berdiri HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Praosorat
Sipirok, sebagai permulaan Misi Kongsi Barmen di Tanah Batak. Hari itu
terjadi kesepakatan 4 orang Misionar Belanda dan Jerman yaitu:
H (Heine)K (Klammer)B (Betz) danP (Van Asselt) menjadi penginjil atas tanggung jawab Rheinische Missionsgeselshaft dari Barmen, Wupertal, Jerman, yang lazim diebut Kongsi Barmen.
H (Heine)K (Klammer)B (Betz) danP (Van Asselt) menjadi penginjil atas tanggung jawab Rheinische Missionsgeselshaft dari Barmen, Wupertal, Jerman, yang lazim diebut Kongsi Barmen.
Tahun 1861, Oktober
Ingwer Ludwig Nommensen ditahbiskan sebagai pendeta dan
langsung diberangkatkan oleh Missi Barmen menjadi misionar ke Tanah
Batak, tetapi selama 2 bulan dia masih belajar Bahasa Batak dan Budaya
Batak dari Dr. Van Der Tuuk di Belanda.
Tahun 1861, DesemberIngwer Ludwig Nommensen berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari.
Tahun 1862, 14 Mei
Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam dalam lanjutan pelayaran kea rah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat).
Tahun 1862, November
Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Ingwer Ludwig Nommensen pergi ke Prausorat dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla.
Tahun 1863, November
Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”
Tahun 1864, Mei
Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya.
Tahun 1864, Juli
Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.
Tahun 1864, 30 Juli
Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke
Pintubosi, Lobupining. Raja Panggalamei beserta rombongannya 80 orang
membunuh Pendeta Hendry Lyman dan Samuel Munson (missionar yang diutus
oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika) di sisangkak, Lobupining pada
tahun 1834, bertepatan dengan tahun lahirnya Ingwer Ludwig Nommensen di
Eropa.
Tahun 1864 , 25 September
Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas
Barita dionan Sitahuru. Ribuan orang datang. Ingwer Ludwig Nommensen
akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar
menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras
membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat,
sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam
dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah
Batak”
Tahun 1865, 27 AgustusPembaptisan pertama di Silindung terhadap empat pasang suami-istri beserta 5 orang anak-anaknya. Diantara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok sebagai pembantu Ingwer Ludwig Nommensen diberi nama Katharina.
Tahun 1866, 16 Maret
Ingwer Ludwig Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt. Johansen yang dikirim Kongsi Barmen untuk membantu Ingwer Ludwig Nommensen di Silindung.
Tahun 1871
Ingwer Ludwig Nommensen mengalami penyakit disentri yang sangat parah, dia pasrah untuk pergi menghadap Tuhannya tetapi dia tidak rela misinya berhenti begitu saja. Dia dibawa Johansen berobat ke Sidimpuan.
Tahun 1864
Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Tahun 1872
Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Ingwer Ludwig Nommensen yang bernama Anna meningal dunia. Keluarga Ingwer Ludwig Nommensen telah kehilangan dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi misionar dalam memulai misinya.
Tahun 1873
Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Ingwer Ludwig Nommensen agar Orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa mendatangi Ingwer Ludwig Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan Mohri di Sipoholon dimana para misionar tersebut bertugas. Atau, misionar mendatangi siswanya ditempat tertentu.
Tahun 1875
Misionar Ingwer Ludwig Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung ke Toba.
Tahun 1876Telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung.
Tahun 1876
Ingwer Ludwig Nommensen selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Batak Toba.
Tahun 1877
Ingwer Ludwig Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu.
Tahun 1877
- Raja Sisingamangaraja ke-XII mengancam akan membumihanguskan kegiatan missioner, ancaman ini tidak menjadi kenyataan.
- Silindung masuk kolonisasi Belanda.
Ingwer Ludwig Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropah. Mereka diantar oleh banyak orang sampai ke tengah hutan. Mereka berjalan kaki selama dua hari dari Silindung ke Sibolga, menjalani jalan setapak yang sangat sulit. Mereka menungu keberangkatan dari Sibolga ke Padang selama dua minggu.
Tahun 1881
Menjelang Natal, Ingwer Ludwig Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan. Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik.
Tahun 1881
Kongsi Barmen menetapkan Ingwer Ludwig Nommensen menjadi Ephorus pertama HKBP, dia digelari ‘Ompu i’
Tahun 1887
Karoline isteri Ingwer Ludwig Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan kemudian baru Ingwer Ludwig Nommensen mengetahuinya.
Tahun 1890
Ingwer Ludwig Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar.
Tahun 1891 bulan Mei
Christian, anak ompu Ingwer Ludwig Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori oleh lima orang kuli China di areal perkebunan.
Tahun 1892
Bersama Pendeta Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing misionar yang telah menduda. Ingwer Ludwig Nommensen mendapatkan jodohnya anak Tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak Tuan Heinrich yang bernama Dora. Mereka kembali ke Tanah Batak dengan masing-masing pasangan barunya.
Tahun 1900 Permulaan Zending Batak.
Tahun 1903 Permulaan misi Zending ke Medan
Tahun 1904
Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris-Causa di bidang Theologi kepada Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut, Ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu.
Tahun 1905
Berkunjung ke Eropah bersama Tuan Reitze, dia mengunjungi Misi Zending di Belanda dan berkunjung kepada Ratu Wilhelmina.
Tahun 1909
Christine Harder, isteri Ingwer Ludwig Nomensen meninggal dunia, setelah melahirkan tiga orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Ompu Ingwer Ludwig Nommensen meningal pada umur 84 Tahun.
Tahun 1911
- Pesta jubileum 50 tahun HKBP. Pesta besar di onan Sitahuru dihadiri puluhan ribu orang, di tempat dimana 47 tahun sebelumnya Ingwer Ludwig Nommensen mau dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita.
- Ratu Wilhelmina dari belanda menganugerahkan Bintang Jasa ‘Order Of Orange Nassau’ kepada DR. Ingwer Ludwig Nommensen, sebuah bintang jasa yang hanya diberikan kepada orang yang dianggap luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan.
Berlibur ke Eropah, kembali ke Tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah lama bertugas di Balige.
Tahun 1916Nathanael anak Ingwer Ludwig Nommensen, mati tertembak di arena Perang Dunia I di Perancis.
Tahun 1918, Tanggal 23 Mei
Pukul enam pagi Hari Kamis, Ompu Ingwer Ludwig Nommensen pergi menghadap Tuhannya di Sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan kedalam tanganMu kuserahkan rohku, Amin’.
Pada Jumat sore, 24 Mei 1918
Ompu Ingwer Ludwig Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu datang melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata : Inilah kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di Tanah Batak.
Ringkasan ini diambil dari buku:DR. I.L. Nommensen – Apostel di Tanah Batak oleh Patar M. Pasaribu.
Di Posting dari Qartha.com
Balada
Yang Berlalu
Saya jadi teringat masa kanak - kanak semasa di desa saya dulu, setelah saya dan teman-teman kerja dikala senjang waktu saling mengenang masa-masa indah dan ceria di desa semasa kecil, alangkah serunya dan membuat hati ingin kembali lagi ke masa kanak-kanak dulu di desa, tetapi dengan seketika terlintas di benak saya, apa iya masi sama waktu dulu dengan sekarang suasana di desa, saya jadi ragu dan niat yang tadinya ingin menggebu-gebu ingin pulang menjadi sirna, karena saya pernah dulu kira-kira tiga tahun yang lalu pulang dan saya melihat suasana di desa 180 derajat berubah, baik dari rasa sosialnya tutur katanya dan perilaku manusianya, apa memang sudah begini kehidupan di desa ini.? itu pertanyaan yang terlintas di benak saya ketika itu, karena saya tidak memahami dan mengerti apa sebenarnya tujuan hidup mereka yang sebenarnya sungguh di luar dugaan perilaku-perilaku yang terjadi dan kadang kala membuat saya tidak percaya apa yang terjadi, kalau di bandingkan dengan semasa hidup orang tua saya dan penatua-penatua kampung dulu sangat bertolak belakang dengan perilaku sekarang,....to be continue..
Langganan:
Postingan (Atom)